Kamis, 14 November 2013

Artikel Kemiskinan



Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.

A.      Definisi Kemiskinan
Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (Mikelsen, 2003:194). Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya (Soegijoko, 1997:137).
Menurut Sar A. Levitan dalam Ala (1981:3) menyatakan kemiskinanadalah kekurangan  barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial (2002:3-4) kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak.

B.    Penyebab Kemiskinan
Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan (Nugroho dan Dahuri, 2004:167-168; Soegijoko, 1997:137; dan Nasution, 1996: 48-50).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) yang disebabkan: (1) sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif; (2) keterbatasan sumber daya dan keterisolasian; dan (3) rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat, dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang disebabkan (1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman seperti kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan; dan (3) bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.
Penyebab utama kemiskinan desa adalah: (1) pendidikan yang rendah; (2) ketimpangan kepemilikan modal dan lahan pertanian; (3) ketidakmerataan investasi di sektor pertanian; (4) alokasi anggaran kredit yang terbatas; (5) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar; (6) pengelolaan ekonomi secara tradisional; (7) rendahnya produktivitas dan pembentukan modal; (8) budaya menabung yang belum berkembang; (9) tidak adanya jaminan sosial bagi masyarakat desa; dan (10) rendahnya jaminanV kesehatan.

C.      Jenis Kemiskinan
Pembagian jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola waktu. Menurut Ginandjar Kartasasmita dalam Ridlo (2001:11), menurut pola waktu tersebut kemiskinan dapat dibagi menjadi: (1) Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi. (2) Cyclical poverty yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. (3) Seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan. (4) Accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.
Berdasarkan jenisnya kemiskinan secara umum dapat dibagi menjadikemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut terjadi apabila tingkat pendapatan seseorang di bawah garis kemiskinan absolut yang telah ditetapkan, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum yang antara lain terdiri dari kebutuhan sandang, pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Sedangkan kemiskinan relatif merupakan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat tersebut. Meskipun seseorang/masyarakat telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak (tidak miskin), tetapi masih rendah kualitasnya dibandingkan masyarakat sekitarnya yang relatif lebih kaya (Soegijoko, 1997:138; dan Esmara (1986) dalam Ridlo (2001:10))

D.      Indikator dan Ukuran Kemiskinan
Ukuran dan Indikator kemiskinan dibedakan antara antara kemiskinan absolut dengan kemiskinan relatif.
1)      Indikator dan Ukuran Kemiskinan Absolut
Indikator kemiskinan yang dikemukakan BKKBN (2003:25) adalah: untuk keluarga pra sejahtera terdiri dari: seluruh anggota keluarga tidak bisa makan dua kali sehari atau lebih; tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan bepergian; bagian lantai terluas dari tanah. Sedangkan indikator kemiskinan untuk keluarga sejahtera I terdiri dari: seminggu sekali keluarga tidak selalu dapat makan daging/ikan/telur; belum tentu setahun sekali anggota keluarga memperoleh minimal satu stel pakaian baru; lantai rumah kurang dari 8 m2 untuk tiap penghuni.
Indikator kemiskinan yang lain dikemukakan oleh Bappenas (2004) dalam Sahdan (2005) berupa: (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kurangnya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketidakberdayaan atau daya tawar yang rendah; dan (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas. Mubyarto (2002) berpendapat bahwa penduduk miskin bukanlah orang yang tidak mempunyai apa-apa, tetapi memiliki serba sedikit modal sosial untuk mengembangkan diri.
2)      Ukuran dan Indikator Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif menunjukkan ketidakmerataan pendapatan antara seseorang dengan orang lain dalam suatu kelompok atau satu kelompok dengan kelompok masyarakat yang lain. Bank Dunia menggunakan ukuran ketidakmerataan sebagai berikut: Tingkat ketidakmerataan tinggi bila 40% penduduk terbawah menerima kurang dari 12% jumlah pendapatan. Tingkat ketidak merataan sedang bila menerima antara 12 - 17%. Tingkat ketidakmerataan rendah bila menerima lebih dari 17% (Rusli dkk., 1995:15).

E.       Strategi dan Program Pengentasan Kemiskinan

Upaya penanggulangan kemiskinan menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara. Kedua, membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: 1) Penyediaan Kebutuhan Pokok; 2) Pengembangan Sistem Jaminan Sosial; dan 3) Pengembangan Budaya Usaha Masyarakat Miskin.
Kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia yang terbaru tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang menyatakan bahwa kebijakan penanggulangan kemiskinan meliputi: kebijakan pemenuhan hak-hak dasar dan kebijakan pembangunan wilayah untuk mendukung pemenuhan hak dasar.
Sepanjang kebijakan pemerintah belum dapat mengatasi kemiskinan,masyarakat miskin mempunyai strategi sendiri untuk mengatasi kemiskinannya dengan cara: berhutang pada berbagai sumber pinjaman informal, bekerja serabutan, istri dan anak turut bekerja, memanfaatkan sumber daya alam di sekelilingnya, bekerja di luar daerah, dan berhemat melalui mengurangi atau mengganti jenis makanan dan mengatur keuangan.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.